Modul Pengembangan Kewirausahaan Pemuda
MENGEMBANGKAN KEMITRAAN USAHA
Asisten Deputi Kewirausahaan Pemuda
Deputi Bidang Pengembangan Pemuda
Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Pengertian Kemitraan
B.
Tujuan Kemitraan
- Aspek Ekonomi
- Aspek social dan budaya
- Aspek teknologi
- aspek Manajemen
PENGATURAN KEMITRAAN
- UU Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil
- Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 tahun 1997
- Kepres Nomor 99 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Dengan Syarat Kemitraan.
UNSUR-UNSUR KEMITRAAN
A.
Unsur-unsur Pokok Kemitraan
B.
Prinsip Kemitraan
PENGEMBANGAN KEMITRAAN
A.
Pengembangan Jaringan Kemitraan
B.
Strategi Dalam Membangun Kemitraan
C.
Langkah-langkah Membangun Kemitraan
SAMBUTAN
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
rahmat dan taufiknya kepada kita
sehingga kita dapat menyelesaikan penyusunan modul pengembangan kewirausahaan
pemuda dengan judul Mengembangkan Kemitraan Usaha.
Modul
ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi Kelompok Wirausaha Pemuda (KWP),
Sentra Kewirausahaan Pemuda (SKP) dan lembaga kewirausahaan pemuda lainnya.
Dengan adanya modul ini akan dapat memperkaya pengetahuan dan informasi
berkaitan dengan pengembangan kemitraan usaha.
Modul Mengembangkan kemitraan usaha ini
merupakan salah satu rujukan yang sangat praktis dan sederhana yang dapat
dijadikan acuan dalam memperluas jaringan kemitraan usaha. Modul ini secara
sederhana memuat pengertian, pengaturan kemitraan, pola kemitraan, Unsur-unsur
dan prinsip kemitraan serta pengembangan kemitraan.
Semoga modul ini dapat bermanfaat
bagi para pemuda Indonesia khususnya yang mempunyai keinginan untuk
mengembangkan kewirausahaan pemuda.
Jakarta, Maret
2013
Deputi Bidang Pengembangan Pemuda
Drs. MB. Zulbakhrum
Tjenreng, M.Si.
PENGANTAR
Pengembangan
Kewirausahaan Pemuda (KWP) merupakan salah satu ikhtiar untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Tugas untuk pengembangan
KWP tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah atau pemerintah daerah tapi
juga tanggungjawab seluruh masyarakat. Oleh karenanya diperlukan pemahaman yang
sama tentang visi, misi, kebijakan, strategi dan program pengembangan KWP.
Melalui
penerbitan berbagai modul-modul dan refensi
yang diinisiasi oleh kementerian pemuda dan olahraga diharapkan dapat
memberikan pemahaman yang sama kepada seluruh stake holders dalam rangka
pengembangan KWP. Sehubungan dengan hal tersebut saya menyambut baik di
terbitkannya modul-modul kewirausahaan yang bersifat teknis sebagai referensi
bagi pihak-pihak terkait dalam mengembangkan KWP.
Kehadiran modul ”Pengembangan Kemitraan Usaha ”
ini perlu mendapatkan apresiasi yang memadai, oleh karenanya penghargaan patut
disampaikan kepada Asdep kewirausaan Pemuda
bersama tim penyusun yang telah menyelesaikan modul ini. Semoga kerja
keras dari berbagai pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini mendapatkan
balasan dengan pahala yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Jakarta,
Maret 2013
Asisten
Deputi Kewirausahaan Pemuda
Drs.
Ponidjan, M.Pd.
PENDAHULUAN
A. Pengertian Kemitraan
Dalam
sejarah perkembangan manusia tidak terdapat seorangpun yang bisa hidup sendiri,
terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali dalam keadaan terpaksa dan
itupun hanyalah untuk sementara waktu. Aristoteles, seorang ahli pikir Yunani
Kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia itu adalah zoon politikon,
artinya bahwa manusia itu sebagai mahluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan
berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi mahluk yang suka bermasyarakat. Dan
oleh karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut
mahluk sosial.
Terdapat
adanya perbedaan pendapat diantara para sarjana mengenai pengertian kemitraan.
Untuk menambah dan memperkaya pemahaman kita mengenai kemitraan, maka akan
dipaparkan beberapa pengertian kemitraan menurut para sarjana diantaranya
adalah :
a.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia :
Arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, pasangan kerja, rekan. Kemitraan
artinya : perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra.
b.
Dr.
Muhammad Jafar Hafsah :
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis
yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk
meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling
membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan
sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.
c.
Ian
Linton :
Kemitraan adalah sebuah cara melakukan
bisnis di mana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai
tujuan bisnis bersama.
d.
Keint
L. Fletcher :
Partnership
is the relation which subsists between persons carrying on a business in common
with a view of profit.
Kesemua definisi tersebut di atas, ternyata belum ada
satu definisi yang memberikan definisi secara lengkap tentang kemitraan. Hal
tersebut disebabkan karena para sarjana mempunyai titik focus yang berbeda
dalam memberikan definisi tentang kemitraan. Menurut Keint L. Fletcher dan
Kamus Besar Bahasa Indonesia memandang kemitraan sebagai suatu jalinan
kerjasama usaha untuk tujuan memperoleh keuntungan.
Berbeda dengan Muhammad Jafar Hafsah dan Ian Linton
yang memandang kemitraan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua
pihak atau lebih, dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.
Tetapi dengan adanya perbedaan pendapat diantara para sarjana ini maka akan
saling melengkapi diantara pendapat sarjana yang satu dengan yang lainnya, dan
apabila dipadukan maka akan menghasilkan definisi yang lebih sempurna, bahwa kemitraan
merupakan jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan
antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling
memperbesar dan saling menguntungkan.
Dalam kerjasama tersebut tersirat adanya satu
pembinaan dan pengembangan, hal ini dapat terlihat karena pada dasarnya
masing-masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, justru dengan
kelemahan dan kelebihan masing-masing pihak akan saling melengkapi dalam arti
pihak yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan
yang lain dan sebaliknya.
Telah
dipaparkan di atas, berbagai definisi dari para sarjana mengenai kemitraan,
selanjutnya akan dilihat definisi menurut peraturan perundang-undangan yang
telah dibakukan sebagai berikut :
a. Menurut Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Pasal 1
angka 8. “Kemitraan adalah kerja sama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha
Menengah atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan Pengembangan oleh Usaha
Menengah atau Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan,
saling memperkuat, dan saling menguntungkan”.
b. Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, Pasal 1 angka 1. “Kemitraan adalah kerja sama usaha antar a
Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperlihatkan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”.
B. Tujuan
Kemitraan
Kenyataan
menunjukkan bahwa Usaha Kecil masih belum dapat mewujudkan kemampuan dan
peranannya secara optimal dalam perekonomian nasional. Hal itu disebabkan oleh
kenyataan bahwa Usaha Kecil masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala,
baik yang bersifat eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan
pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi, serta
iklim usaha yang belum mendukung bagi perkembangannya. Sehubungan dengan itu,
Usaha Kecil perlu memberdayakan dirinya dan diberdayakan dengan berpijak pada
kerangka hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
demi terwujudnya demokrasi ekonomi yang bedasar pada asas kekeluargaan.
Pemberdayaan Usaha Kecil dilakukan melalui :
a.
Penumbuhan iklim usaha yang mendukung bagi pengembangan Usaha Kecil;
b. Pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil serta
kemitraan usaha.
Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, maka untuk menghasilkan tingkat efisiensi1 dan
produktivitas1 yang optimal diperlukan sinergi antara pihak yang
memiliki modal kuat, teknologi maju, manajemen modern dengan pihak yang
memiliki bahan baku, tenaga kerja dan lahan. Sinergi ini dikenal dengan
kemitraan. Kemitraan yang dihasilkan merupakan suatu proses yang dibutuhkan
bersama oleh pihak yang bermitra dengan tujuan memperoleh nilai tambah. Hanya
dengan kemitraan yang saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling
memperkuat, dunia usaha baik kecil maupun menengah akan mampu bersaing. Adapun
secara lebih rinci tujuan kemitraan meliputi beberapa aspek, antara lain yaitu
:
1.
Tujuan dari Aspek Ekonomi
Dalam
kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan
secara lebih kongkrit yaitu :
a. Meningkatkan pendapataan usaha kecil dan
masyarakat;
b. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku
kemitraan;
c. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan
masyarakat dan usaha kecil;
d. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan,
wilayah dan nasional;
e. Memperluas kesempatan kerja;
f. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional;
2.
Tujuan dari Aspek Sosial dan Budaya
Kemitraan
usaha dirancang sebagai bagian dari upaya pemberdayaan usaha kecil. Pengusaha
besar berperan sebagai faktor percepatan pemberdayaan usaha kecil sesuai
kemampuan dan kompetensinya dalam mendukung mitra usahanya menuju kemandirian
usaha, atau dengan perkataan lain kemitraan usaha yang dilakukan oleh pengusaha
besar yang telah mapan dengan pengusaha kecil sekaligus sebagai tanggung jawab
sosial pengusaha besar untuk ikut memberdayakan usaha kecil agar tumbuh menjadi
pengusaha yang tangguh dan mandiri.
Adapun
sebagai wujud tanggung jawab sosial itu dapat berupa pemberian pembinaan dan
pembimbingan kepada pengusaha kecil, dengan pembinaan dan bimbingan yang terus
menerus diharapkan pengusaha kecil dapt tumbuh dan berkembang sebagai komponen
ekonomi yng tangguh dan mndiri. Dipihak lain dengan tumbuh berkembangnya
kemitraan usaha ini diharapkan akan disertai dengan tumbuhnya pusat-pusat
ekonomi baru yang semakin berkembang sehingga sekaligus dapat merupkan upaya
pemerataan pendapatan sehingga dapat mencegah kesenjangan sosial. Kesenjangan
itu diakibatkan oleh pemilikan sumberdaya produksi dan produktivitas yang tidak
sama di antara pelaku ekonomi. Oleh karena itu, kelompok masyarakat dengan
kepemilikan faktor produksi terbatas dan produktivitas rendah biasanya akan
menghasilkan tingkat kesejahteraan yang rendah pula.
3.
Tujuan dari Aspek Teknologi
Secara
faktual, usaha kecil biasanya mempunyai skala usaha yang kecil dari sisi modal,
penggunaan tenaga kerja, maupun orientasi pasarnya. Demikian pula dengan status
usahanya yang bersifat pribadi atau kekeluargaan; tenaga kerja berasal dari
lingkungan setempat; kemampuan mengadopsi teknologi, manajemen, dan
adiministratif sangat sederhana; dan struktur permodalannya sangat bergantung
pada modal tetap. Sehubungan dengan keterbatasan khususnya teknologi pada usaha
kecil, maka pengusaha besar dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan
terhadap pengusaha kecil meliputi juga memberikan bimbingan teknologi.
Teknologi22 dilihat dari arti kata bahasanya adalah ilmu yang berkenaan dengan
teknik. Oleh karena itu bimbingan teknologi yang dimaksud adalah berkenaan
dengan teknik berproduksi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
4.
Tujuan dari Aspek Manajemen
Manajemen
merupakan proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk
mengkoordinasikan berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang tidak
bisa dicapai apabila satu individu bertindak sendiri. Sehingga ada 2 (dua) hal
yang menjadi pusat perhatian yaitu : Pertama, peningkatan produktivitas
individu yang melaksnakan kerja, dan Kedua, peningkatan produktivitas
organisasi di dalam kerja yang dilaksanakan. Pengusaha kecil yang umumnya
tingkat manajemen usaha rendah, dengan kemitraan usaha diharapkan ada
pembenahan manajemen, peningkatan kualitas sumber daya manusia serta pemantapan
organisasi.
PENGATURAN KEMITRAAN
Hasrat
untuk hidup bersama memang telah menjadi pembawaan manusia, merupakan suatu keharusan
badaniah untuk melangsungkan hidupnya, karena tiap manusia mempunyai keperluan
sendiri-sendiri dan seringkali keperluan itu searah serta sepadan satu sama
lain, sehingga dengan kerjasama tujuan manusia untuk memenuhi keperluan itu
akan lebih mudah dan lekas tercapai. Akan tetapi seringkali
kepentingankepentingan itu berlainan bahkan ada juga yang bertentangan,
sehingga dapat menimbulkan pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama.
Dalam hal ini orang atau golongan yang kuat menindas orang atau golongan yang
lemah untuk menekankan kehendaknya.
Apabila
terjadi ketidakseimbangan hubungan dalam masyarakat, maka akan bisa meningkat menjadi
perselisihan dan timbul perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu dalam
masyarakat yang teratur, manusia atau anggota masyarakat itu harus
memperhatikan kaidah-kaidah, norma-norma hukum ataupun peraturan-peraturan
hidup tertentu yang ada dalam masyarakat di mana ia berada. Utrecht, memberikan
batasan hukum sebagai berikut, bahwa hukum itu adalah himpunan
peraturan-peraturan (perintah-perintah dan laranganlarangan) yang mengurus tata
tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu. Dari
pengertian tersebut tersirat tugas hukum yaitu menjamin kepastian hukum
hubungan-hubungan yang terdapat dalam pergaulan kemasyarakatan. Di dalam tugas
itu otomatis tersimpul dua tugas lain, yang kadang-kadang tidak dapat
disetarakan yaitu hukum harus menjamin keadilan maupun hukum harus tetap berguna.
Berbicara
mengenai pengaturan kemitraan, berarti membicarakan hukum yang mengatur masalah
kemitraan. Hukum tersebut dimaksudkan untuk memberikan rambu-rambu terhadap
pelaksanaan kemitraan agar dapat memberikan dan menjamin keseimbangan kepentingan
di dalam pelaksanaan kemitraan. Di dalam melakukan inventarisasi hukum di
bidang kemitraan, yang perlu kita pahami adalah terdapat tiga konsep pokok
mengenai hukum, yaitu :
1.
Hukum
identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga
atau oleh pejabat negara yang berwenang.
2.
Hukum
dikonstruksikan sebagai pencerminan dari kehidupan masyarakat itu sendiri
(norma tidak tertulis).
3.
Hukum
identik dengan keputusan hakim (termsuk juga) keputusankeputusan kepala adat.
Senada dengan
hal tersebut di atas, Soetandyo dalam bukunya Bambang Sunggono mengkonsepsikan
tiga konsepsi utama tentang hukum yaitu :
- Konsepsi kaum legis-positivis, yang menyatakan bahwa hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat serta diundangkan oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang.
- Konsepsi yang justru menekankan arti pentingnya norma-norma hukum tak tertulis untuk disebut sebagai (norma) hukum. Meskipun tidak tertuliskan tetapi apabila norma-norma ini secara de facto diikuti dan dipatuhi oleh masyarakat (rakyat) setempat, maka norma-norma itu harus dipandang sebagai hukum.
- Konsepsi yang menyatakan bahwa hukum itu identik sepenuhnya dengan keputusan-keputusan hakim.
Kemudian
akan di tunjukkan beberapa peraturan yang terkait dan mengatur mengenai kemitraan
usaha ini adalah sebagai berikut :
1.
Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
Undang -
Undang ini lahir untuk memberikan landasan hukum (yuridis) bagi pemberdayaan
usaha kecil, sebab dalam pembangunan nasional usaha kecil sebagai bagian
integral dunia usaha yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat mempunyai
kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian
nasional yang makin seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi. Dalam arti umum,
demokrasi6 adalah pemerintahan atau pengaturan tata kehidupan masyarakat/bangsa
oleh rakyat, artinya seluruh warga negara, besar maupun kecil, terlibat dalam
pengambilan setiap keputusan yang menyangkut kehidupan mereka.
Menurut
penjelasan resmi Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa, dalam bunyi ayat 1 Pasal
33 ini tercantum (pengertian) dasar demokrasi ekonomi. Dan demokrasi ekonomi
diartikan sebagai produksi dikerjakan oleh semua, (dan) untuk semua, dibawah
pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Dalam perekonomian yang
dasarnya adalah demokrasi ekonomi, kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan
kemakmuran perorangan, sebab kalau tidak, tampuk produksi (akan) jatuh ke
tangan orang seorang yang (kebetulan) berkuasa, dan rakyat yang banyak (tidak
urung akan) ditindasinya.
Di dalam
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil tersebut diatur mengenai
kriteria usaha kecil, tujuan pemberdayaan usaha kecil, iklim usaha bagi
pengembangan usaha kecil dan pola-pola kemitraan.
2.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan.
Peraturan
Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995
tentang Usaha Kecil. Salah satu cara /upaya dalam rangka pemberdayaan usaha
kecil adalah dengan kemitraan. Dalam Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor.
44 Tahun 1997 terutama dalam Pasal 1 menyatakan bahwa : “Kemitraan adalah
kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha
Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha
Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan
saling menguntungkan”.
Oleh sebab
itu untuk mempercepat terwujudnya kemitraan keluarlah peraturan tersebut di
atas yang mengatur mengenai tata cara penyelenggaraan, pembinaan dan
pengembangannya. Sebenarnya pemerintah telah melakukan pembinaan dan
pengembangan bagi kemitraan antara usaha besar dan kecil telah dimulai Tahun
1984 yaitu dengan Undang-Undang Nomor. 5 tahun 1984 yaitu Undang-Undang Pokok
Perindustrian. Namun gerakan kemitraan ini lebih berdasarkan himbauan dan
kesadaran karena belum ada peraturan pelaksanaan yang mengatur kewajiban
perusahaan secara khusus dan disertai dengan sanksinya. Kemudian dalam
Kepmenkeu RI No. 316/KMK.016/1994 sebagaimana telah dirubah dengan Kepmenkeu RI
No. 60/KMK.016/1996 tentang “Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi Melalui
Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba BUMN”, mewajibkan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) menyisihkan dana pembinaan sebesar 1 % - 3 % dari keuntungan bersih,
sistem keterkaitan Bapak Angkat Mitra Usaha penjualan saham perusahaan besar
yang sehat kepada koperasi dan lain sebagainya.
Berikutnya
pada tahun 1996 dicanangkan Gerakan Program Kemitraan Usaha Nasional (KUN) oleh
Bapak Presiden. Dalam Program Kemitraan Usaha Nasional (KUN)9 yang telah
tersusun atas prakarsa Badan Pengurus Deklarasi Jimbaran-Bali dengan Departemen
Koperasi atau Pembinaan Pengusaha Kecil, Pemerintah menekankan bahwa kemitraan
usaha merupakan upaya yang tepat untuk memadukan kekuatan-kekuatan ekonomi
nasional.
3.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 99 Tahun 1998 tentang Bidang/Jenis
Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka
Dengan Syarat Kemitraan.
Keputusan
Presiden ini dikeluarkan dengan tujuan untuk memberdayakan dan memberikan
peluang berusaha kepada usaha kecil agar mampu mewujudkan peran sertanya dalam
pembangunan nasional. Keppres tertanggal 14 Juli 1998 ini memuat delapan pasal
yang menjabarkan bidang-bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil antara
lain bidang pertanian, perkebunan, peternakan, periklanan, industri makanan
atau minuman, industri tekstil dan industri percetakan. Semua bidang usaha
tersebut di atas wajib bermitra dengan usaha kecil dalam pelbagai bentuk
kemitraan melalui penyertaan saham, inti plasma, sub kontrak, waralaba,
perdagangan umum, keagenan dan bentuk lainnya melalui suatu perjanjian
tertulis.
UNSUR-UNSUR KEMITRAAN
A. Unsur Pokok Kemitraan
Pada
dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan
pelbagai macam bentuk kerjasama dalam
menghadapi dan memperkuat satu sama lainnya. Julius Bobo14 menyatakan, bahwa
tujuan utama kemitraan adalah untuk mengembangkan pembangunan yang mandiri dan
berkelanjutan (Self-Propelling Growth Scheme) dengan landasan dan
struktur perekonomian yang kukuh dan berkeadilan dengan ekonomi rakyat sebagai
tulang punggung utamanya.
Berkaitan
dengan kemitraan seperti yang telah disebut di atas, maka kemitraan itu
mengandung beberapa unsur pokok yang merupakan kerjasama usaha dengan prinsip
saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling memerlukan yaitu :
1. Kerjasama Usaha
Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan
ini, jalinan kerjasama yang dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan
usaha kecil didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang
sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan
kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha
kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik
sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling mengekspoitasi
satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling percaya di antara para
pihak dalam mengembangkan usahanya.
2. Antara Pengusaha Besar atau Menengah Dengan
Pengusaha Kecil
Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan
pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling
menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga
pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh didalam berusaha demi tercapainya
kesejahteraan.
3. Pembinaan dan Pengembangan
Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan
hubungan dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya
bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi
yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam
kemitraan antara lain pembinaan didalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan
manajemen usaha, pembinaan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), pembinaan
manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan
didalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta
investasi.
B. PRINSIP KEMITRAAN
1. Prinsip Saling Memerlukan
Menurut John L. Mariotti kemitraan merupakan suatu
rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi
keunggulan dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan
menghasilkan sinergi yang bedampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya.
Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam
mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh
perusahaan yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang umumnya
relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan dan sarana produksi
melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar.
Dengan demikian sebenarnya ada saling memerlukan atau ketergantungan diantara kedua
belah pihak yang bermitra.
2. Prinsip
Saling Memperkuat
Dalam kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak memulai
untuk bekerjasama, maka pasti ada sesuatu nilai tambah yang ingin diraih oleh
masing-masing pihak yang bermitra. Nilai tambah ini selain diwujudkan dalam
bentuk nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa
pasar, tetapi juga ada nilai tambah yang non ekonomi seperti peningkatan kemapuan
manajemen, penguasaan teknologi dan kepuasan tertentu. Keinginan ini merupakan konsekwensi logis dan
alamiah dari adanya kemitraan. Keinginan tersebut harus didasari sampai sejauh
mana kemampuan untuk memanfaatkan keinginan tersebut dan untuk memperkuat
keunggulan-keunggulan yang dimilikinya, sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi
antara para pelaku yang bermitra sehingga nilai tambah yang diterima akan lebih
besar. Dengan demikiaan
terjadi saling isi mengisi atau saling memperkuat dari kekurangan masing-masing
pihak yang bermitra. Dengan motivasi ekonomi tersebut maka prinsip kemitraan dapat
didasarkan pada saling memperkuat. Kemitraan juga mengandung makna sebagai
tanggung jawab moral, hal ini disebabkan karena bagaimana pengusaha besar atau
menengah mampu untuk membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu
(berdaya) mengembangkan usahanya sehingga menjadi mitra yang handal dan tangguh
didalam meraih keuntungan untuk kesejahteraan bersama. Hal ini harus disadari
juga oleh masingmasing pihak yang bermitra yaitu harus memahami bahwa mereka memiliki
perbedaan, menyadari keterbatasan masing-masing, baik yang berkaitan dengan
manajemen, penguasaan Ilmu Pengetahuan maupun penguasaan sumber daya, baik
Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya Manusia (SDM), dengan demikian mereka harus
mampu untuk saling isi mengisi serta melengkapi kekurangankekurangan yang ada.
3. Prinsip Saling Menguntungkan
Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha
adalah “win-win solution partnership” kesadaran dan saling
menguntungkan. Pada kemitraan
ini tidak berarti para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang
sama, tetapi yang essensi dan lebih utama adalah adanya posisi tawar yang
setara berdasarkan peran masing-masing. Pada kemitraan usaha terutama sekali
tehadap hubungan timbal balik, bukan seperti kedudukan antara buruh dan majikan,
atau terhadap atasan kepada bawahan sebagai adanya pembagian resiko dan
keuntungan proporsional, disinilah letak kekhasan dan karakter dari kemitraan
usaha tersebut.
Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau
memiliki derajat yang setara bagi masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak
ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa
saling percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan
keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya.
POLA-POLA KEMITRAAN
Dalam
rangka merealisasikan kemitraan sebagai wujud dari keterkaitan usaha, maka
diselenggarakan melalui pola-pola yang sesuai dengan sifat dan tujuan usaha
yang dimitrakan adalah sebagai berikut :
1. Pola
Inti Plasma
Dalam pola
inti plasma, Usaha Besar dan Usaha Menengah bertindak sebagai inti membina dan
mengembangkan Usaha Kecil sebagai plasma. Selanjutnya menurut penjelasan Pasal
27 huruf (a) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, yang dimaksud dengan pola inti
plasma adalah “hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau
usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi
plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan
teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningktan
teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha”.
Kerjasma
inti plasma akan diatur melalui suatu perjanjian kerjasama antara inti dan
plasma. Dalam program inti plasma ini diperlukan keseriusan dan kesiapan, baik
pada pihak usaha kecil selaku pihak plasma yang mendapat bantuan dalam upaya
mengembangkan usahanya, maupun pada pihak usaha besar atau usaha menengah yang mempunyai
tanggungjawab sosial untuk membina dan mengembangkan usaha kecil sebagai mitra
usaha untuk jangka panjang.
Selain itu
juga sebagai suatu upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha pola inti plasma yang
mampu memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran
masingmasing pihak yang terlibat. Adapun pihak-pihak tersebut antara lain :
(1)
Pengusaha Besar (Pemrakarsa),
(2)
Pengusaha Kecil (Mitra Usaha) dan
(3)
Pemerintah.
Peran
pengusaha besar selaku (inti) sebagaimana tersebut di atas tentunya juga harus
diimbangi dengan peran usaha kecil (plasma) yaitu meningkatkan kemampuan manajemen
dan kinerja usahanya yang berkelanjutan serta memanfaatkan dengan
sebaik-baiknya berbagai bentuk pembinaan dan bantuan yang diberikan oleh usaha
besar dan atau usaah menengah. Selanjutnya untuk peran pemerintah akan dibahas
lebih lanjut pada sub bab yang tersendiri.
2. Pola
Subkontrak
Menurut
penjelasan Pasal 27 huruf (b) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995 bahwa “pola
subkontr ak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah
atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil memproduksi komponen yang diperlukan
oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian dari produksinya.
Selanjutnya menurut Soewito, pola subkontraktor adalah suatu sistem yang
menggambarkan hubungan antara usaha besar dengan usaha kecil atau menengah,
dimana usaha besar sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada usaha
kecil atau menengah selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian
pekerjaan (komponen) dengan tanggung penuh pada perusahaan induk.
Dapat pula
dikatakan bahwa dalam pola subkontrak, usaha kecil memproduksi barang dan atau
jasa yang merupakan komponen atau bagian produksi usaha menengah atau usaha
besar. Oleh karena itu, maka melalui kemitraan ini usaha menengah dan atau
usaha besar memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada usaha kecil untuk
membeli bahan baku yang diperlukan secara berkesinambungan dengan harga yang
wajar. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam kemitraan dengan pola
subkontrak, bagi perusahaan kecil antara lain adalah dapat menstabilkan dan
menambah penjualan, kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan atau
komponen, bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen, perolehan,
pengusaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan. Sedangkan bagi perusahaan
besar adalah dapat memfokuskan perhatian pada bagian lain, memenuhi kekurangan
kapasitas, memperoleh sumber pasokan barang dengan harga yang lebih murah
daripada impor, selain itujuga dapat meningkatkan produktivitas dan kesempatan
kerja baik pada perusahaan kecil maupun perusahaan besar.
3. Pola
Dagang Umum
Menurut
penjelasan Pasal 27 huruf (c) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, Pola Dagang
Umum adalah “hubu ngan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau
Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar memasarkan hasil
produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh
Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya”. Dengan demikian maka dalam pola
dagang umum, usaha menengah atau usaha besar memasarkan produk atau menerima pasokan
dari usaha kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh
usaha menengah atau usaha besar mitranya.
4. Pola
Keagenan
Berdasarkan
penjelasan Pasal 27 huruf (e) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, pola keagenan
adalah “hubungan kemitraan, yang di dalamnya Usaha Kecil diberi hak khusus
untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya”.
Dalam pola keagenan, usaha menengah dan atau usaha besar dalam memasarkan
barang dan jasa produknya memberi hak keagenan hanya kepada usaha kecil. Dalam
hal ini usaha menengah atau usaha besar memberikan keagenan barang dan jasa
lainnya kepada usaha kecil yang mampu melaksanakannya. Selanjutnya menurut
Munir Fuady, pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, dimana pihak prinsipal
memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak
sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang
bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. Seorang agen bertindak untuk dan
atas nama prinsipal, sehingga pihak prinsipal bertanggungjawab atas tindakan
yang dilakukan oleh seorang agen terhadap pihak ketiga, serta mempunyai
hubungan tetap dengan pengusaha.
5. Pola
Waralaba
Menurut
Penjelasan Pasal 27 Huruf (d) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, Pola Waralaba
adalah “ hubungan kemitraan,yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak
penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima
waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen”. Berdasarkan pada ketentuan
seperti tersebut di atas, dalam pola waralaba pemberi waralaba memberikan hak
untuk menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri usaha
kepada penerima waralaba. Dengan demikian, maka dengan pola waralaba ini usaha
menengah dan atau usaha besar yang bertindak sebagai pemberi waralaba
menyediakan penjaminan dan atau menjadi penjamin kredit yang diajukan oleh
usaha kecil sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga.
6.
Bentuk-Bentuk Lain
Selain
daripada pola-pola seperti yang telah disebutkan di atas, ada beberapa pola
yang lain seperti pola bagi hasil, pola usaha patungan, dan penyumberluasan
(outsourching) serta pola-pola lain yang
mungkin saat ini atau pada saat yang mendatang akan atau sudah berkembang
tetapi belum dibakukan.
PENGEMBANGAN
KEMITRAAN
A. Pengembangan Jaringan kemitraan
Dalam rangka peningkatan kapasitas dan kompetensi lembaga kewirausahaan
pemuda diperlukan infrastruktur jaringan kemitraan. Melalui infrastruktur ini
diharapkan dapat memfasilitasi dan memediasi, merancang, menata, memperluas dan
memperkuat jaringan kerjasama (kemitraan). Kerjasama ini bisa dilakukan
ditingkat lokal, daerah, domestik dan luar negeri. Melalui jaringan kemitraan
diharapkan akan dapat meningkatkan kelancaran dan kemudahan penyediaan bahan
mentah, perlatan, saluran distribusi, penjualan, promosi, penyediaan barang dan
modal, serta peningkatan mutu sumberdaya manusia.
Pengembangan jaringan kemitraan diarahkan pada intensifikasi dan
ekstensifikasi kerjasama yang memungkinkan terjadinya proses penguatan
kapasitas dan kompetensi lembaga kewirausahaan pemuda. Pengembangan
kewirausahaan pemuda yang diorientasikan untuk menjadikan pemuda sebagai
wirausaha, menumbuhkan keunggulan daya saing pemuda di bidang kewirausahaan, membuka
lapangan kerja dan lapangan usaha bagi pemuda yang saat ini menganggur sangat
mendesak untuk segera dilakukan. Gerakan
ini harus langsung membumi dan dirasakan manfaatnya oleh pemuda. Pemuda juga
harus ditempatkan dan diperankan sebagai pelaku yang proaktif dalam
penyelenggaraan program kewirausahaan pemuda.
Dalam era globalisasi saat ini kemitraan merupakan salah satu strategi dan
kiat memenangkan persaingan. Kemitraan adalah suatu strategi usaha yang
dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih
keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.
Dalam wacana pembangunan nasional, adanya kemitraan usaha antara lembaga
kewirausahaan pemuda dengan pengusaha besar atau mitra usaha akan mendorong peningkatan
pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, pemerataan pendapatan, dan
pengembangan produk yang lebih bermutu. Khususnya bagi lembaga kewirausahaan
pemuda adanya kemitraan akan mendorong peningkatan kemampuan kewirausahaan,
peningkatan pendapatan keluarga dan masyarakat, peningkatan kualitas penguasaan
teknologi, penguasaan terhadap kemampuan memanfaatkan kredit, penguasaan
manajemen, dan penyediaan lapangan kerja yang pada gilirannya kemitraan menjadi
salah satu strategi pemberdayaan masyarakat kecil.
Dalam rangka memperkuat posisi usaha, pengembangan pasar dan peningkatan
kapasitas produksi diperlukan jaringan kemitraan. Kemitraan adalah jalinan
kerjasama dari dua atau lebih pelaku usaha yang saling menguntungkan. Untuk
itulah diperlukan satu system dan kelembagaan yang dapat memfasilitasi dan
memediasi, merancang, menata, memperluas dan memperkuat jaringan
kemitraan usaha wirausahaan pemuda. Kemitraan usaha dilakukan di tingkat lokal,
daerah, domestik, dan bahkan mencoba melakukan kemitraan usaha dengan
perusahaan di luar negeri. Kemitraan usaha dilakukan untuk meningkatkan
kelancaran dan kemudahan penyediaan bahan mentah, peralatan, saluran
distribusi, penjualan, promosi, penyediaan barang modal, dan peningkatan mutu
sumber daya manusia.
Kebijakan yang memberi peluang berkembangnya kelembagaan semacam ini telah
ada, yaitu dengan diluncurkannya Gerakan Kemitraan Nasional oleh Presiden Suharto. UU No 9 Tahun 1995
menyebutkan bahwa kemitraan kerjasama usaha kecil dan usaha mengah atau besar
disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau
besar.
Kemitraan didasarkan pada prinsip saling memperkuat. Jaringan kemitraan
yang dapat dikembangkan secara skematik dapat mengikuti alur-alur seperti pada
gambar berikut ini.
B. Strategi Dalam
Membangun Kemitraan
- Membangun usaha kecil dan koperasi yang mandiri dan kuat
·
Pembinaan
dan bimbingan secara intensif bidang manajemen usaha
·
Penyediaan
fasilitasi kredit
·
Pengembangan
fungsi kelompok menjadi suatu unit usaha dan meningkatkan skala usaha
·
Memberi
peluang usaha
·
Penyediaan
akses pasar
- Memacu penerapan Undang-Undang tentang usaha kecil dan peraturan Pemerintah tentang kemitraan
·
Sosialisasi
UU tentang usaha kecil dan peraturan pemerintah lainnya tentang kemitraan
·
Menyiapkan
prangkat operasional
·
Menyiapkan
SDM
·
Monitoring
dan evaluasi
- Memantapkan lembaga kemitraan
·
Mengembangkan
asas saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling membesarkan dan mudah
untuk dimplementasikan
·
Menyiapkan
pedoman pembinaan kemitraan usaha
·
Mengembangkan
konsultan pelayanan kemitraan yang dapat menghubungkan usaha kecil dan koperasi
dengan usaha besar.
- Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia
·
Peningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan
·
Pengembangan
lembaga inkubator dan pemagangan
·
Meningkatkan
ketrampilan dan kemampuan tenaga penyuluh, pendamping dan fasilitator
- Menerapkan teknologi, standarisasi, dan akreditasi
·
Menegembangkan
lembaga penelitian dan pengembangan (litbang)
·
Penggunaan
teknologi tepat guna
·
Penyediaan
teknologi informasi dalam mengakses pasar
- Membangun akses pasar dan informasi pasar
·
Pengembangan
dan perluasan pasar
·
Mengefektifkan
pasar yang ada
- Mengembangkan kemitran dalam rangka permodalan dan investasi
·
Pengembangan
akses permodalan usaha
·
Memperluas
investasi baru
- Memantapkan birokrasi pemerintah sebagai lembaga pelayanan
·
Mengefektifkan
pelayan birokrasi
·
Mengefisiensikan
pelayanan birokrasi
C. Langkah-langkah Membangun Kemitran
Bebarapa tahapan yang perlu dilalui dalam
membangun kemitraan bagi usaha kecil adalah :
- memulai membangun hubungan dengan calon mitra
- Mengerti kondisi bisnis pihak lain
- Mengembangkan strategi dan menilai detail bisnis
- Mengembangkan program kemitraan
- Mengembangkan program kemitraan
- Memulai pelaksanaan kemitraan
- Memonitor dan mengevaluasi perkembang
Kemitraan usaha
kcil – menengah – besar adalah upaya membangun usaha yang berkelanjutan.
Kemitraan adalah
sikap menjalankan bisnis yang berorientasi pada hubungan kerjasama yang solid
(kokoh dan mendalam) berjangka panjang, saling percaya dan dalam kedudukan yang
setara
Dasar Kemitraan
- bersifat bisnis
- saling mebutuhkan
- saling percaya
- sukarela
- disiplin
- saling menguntungkan
- accountable
- saling memperkuat
Mengapa kemitraan penting
- Memenuhi kebutuhan dalam menjaga kinerja kompetitif perusahaan
- Kesinambungan dan keberlanjutan usaha dalam sektor yang sama atau related
- Membangun kebersamaan dan penguatan sesama pelaku bisnis
Kekuatan pendorong kemitraan
- Meningklatnya persaingan dalam dunia usaha
- harapan konsumen lebih tinggi
- perubahan teknologi yang cepat
- persaingan dalam pasar yang lebih luas
- kebutuhan akan pengembangan produk baru yang cepat
- pengenalan proses bisnis baru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar