Sabtu, 18 April 2015

MENGEMBANGKAN KEMITRAAN USAHA








Modul Pengembangan Kewirausahaan Pemuda




MENGEMBANGKAN KEMITRAAN USAHA








Asisten Deputi Kewirausahaan Pemuda
Deputi Bidang Pengembangan Pemuda
Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga



DAFTAR ISI
PENDAHULUAN    
A.    Pengertian Kemitraan
B.     Tujuan Kemitraan
  1. Aspek Ekonomi
  2. Aspek social dan budaya
  3. Aspek teknologi
  4. aspek Manajemen

PENGATURAN KEMITRAAN
  1. UU Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil
  2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 tahun 1997
  3. Kepres Nomor 99 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Dengan Syarat Kemitraan.

UNSUR-UNSUR KEMITRAAN
A.    Unsur-unsur Pokok Kemitraan
B.     Prinsip Kemitraan

PENGEMBANGAN KEMITRAAN
A.    Pengembangan Jaringan Kemitraan
B.     Strategi Dalam Membangun Kemitraan
C.     Langkah-langkah Membangun Kemitraan








SAMBUTAN


Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan taufiknya kepada  kita sehingga kita dapat menyelesaikan penyusunan modul pengembangan kewirausahaan pemuda dengan judul Mengembangkan Kemitraan Usaha.
Modul ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi Kelompok Wirausaha Pemuda (KWP), Sentra Kewirausahaan Pemuda (SKP) dan lembaga kewirausahaan pemuda lainnya. Dengan adanya modul ini akan dapat memperkaya pengetahuan dan informasi berkaitan dengan pengembangan kemitraan usaha.
            Modul Mengembangkan kemitraan usaha ini merupakan salah satu rujukan yang sangat praktis dan sederhana yang dapat dijadikan acuan dalam memperluas jaringan kemitraan usaha. Modul ini secara sederhana memuat pengertian, pengaturan kemitraan, pola kemitraan, Unsur-unsur dan prinsip kemitraan serta pengembangan kemitraan.
            Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi para pemuda Indonesia khususnya yang mempunyai keinginan untuk mengembangkan kewirausahaan pemuda.
           
                                                                                 Jakarta,     Maret  2013
                                                                               
                                                                                Deputi Bidang Pengembangan Pemuda
                                                                               



                                                                            Drs. MB. Zulbakhrum Tjenreng, M.Si.







PENGANTAR

Pengembangan Kewirausahaan Pemuda (KWP) merupakan salah satu ikhtiar untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Tugas untuk pengembangan KWP tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah atau pemerintah daerah tapi juga tanggungjawab seluruh masyarakat. Oleh karenanya diperlukan pemahaman yang sama tentang visi, misi, kebijakan, strategi dan program pengembangan KWP.

Melalui penerbitan berbagai modul-modul dan refensi  yang diinisiasi oleh kementerian pemuda dan olahraga diharapkan dapat memberikan pemahaman yang sama kepada seluruh stake holders dalam rangka pengembangan KWP. Sehubungan dengan hal tersebut saya menyambut baik di terbitkannya modul-modul kewirausahaan yang bersifat teknis sebagai referensi bagi pihak-pihak terkait dalam mengembangkan KWP.

Kehadiran modul ”Pengembangan Kemitraan Usaha ” ini perlu mendapatkan apresiasi yang memadai, oleh karenanya penghargaan patut disampaikan kepada Asdep kewirausaan Pemuda  bersama tim penyusun yang telah menyelesaikan modul ini. Semoga kerja keras dari berbagai pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini mendapatkan balasan dengan pahala yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

                                                                        Jakarta,   Maret 2013
                                                                        Asisten Deputi Kewirausahaan Pemuda


                                                                        Drs. Ponidjan, M.Pd.



  
PENDAHULUAN

A. Pengertian Kemitraan

Dalam sejarah perkembangan manusia tidak terdapat seorangpun yang bisa hidup sendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali dalam keadaan terpaksa dan itupun hanyalah untuk sementara waktu. Aristoteles, seorang ahli pikir Yunani Kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia itu adalah zoon politikon, artinya bahwa manusia itu sebagai mahluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi mahluk yang suka bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut mahluk sosial.

Terdapat adanya perbedaan pendapat diantara para sarjana mengenai pengertian kemitraan. Untuk menambah dan memperkaya pemahaman kita mengenai kemitraan, maka akan dipaparkan beberapa pengertian kemitraan menurut para sarjana diantaranya adalah :

a.       Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :
Arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, pasangan kerja, rekan. Kemitraan artinya : perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra.

b.      Dr. Muhammad Jafar Hafsah :
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.

c.       Ian Linton :
Kemitraan adalah sebuah cara melakukan bisnis di mana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.

d.      Keint L. Fletcher :
Partnership is the relation which subsists between persons carrying on a business in common with a view of profit.

Kesemua definisi tersebut di atas, ternyata belum ada satu definisi yang memberikan definisi secara lengkap tentang kemitraan. Hal tersebut disebabkan karena para sarjana mempunyai titik focus yang berbeda dalam memberikan definisi tentang kemitraan. Menurut Keint L. Fletcher dan Kamus Besar Bahasa Indonesia memandang kemitraan sebagai suatu jalinan kerjasama usaha untuk tujuan memperoleh keuntungan.

Berbeda dengan Muhammad Jafar Hafsah dan Ian Linton yang memandang kemitraan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Tetapi dengan adanya perbedaan pendapat diantara para sarjana ini maka akan saling melengkapi diantara pendapat sarjana yang satu dengan yang lainnya, dan apabila dipadukan maka akan menghasilkan definisi yang lebih sempurna, bahwa kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar dan saling menguntungkan.

Dalam kerjasama tersebut tersirat adanya satu pembinaan dan pengembangan, hal ini dapat terlihat karena pada dasarnya masing-masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, justru dengan kelemahan dan kelebihan masing-masing pihak akan saling melengkapi dalam arti pihak yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya.

Telah dipaparkan di atas, berbagai definisi dari para sarjana mengenai kemitraan, selanjutnya akan dilihat definisi menurut peraturan perundang-undangan yang telah dibakukan sebagai berikut :
a. Menurut Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Pasal 1 angka 8. “Kemitraan adalah kerja sama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan Pengembangan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan”.
b.  Menurut Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, Pasal 1 angka 1.  “Kemitraan adalah kerja sama usaha antar a Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”.

B. Tujuan Kemitraan

Kenyataan menunjukkan bahwa Usaha Kecil masih belum dapat mewujudkan kemampuan dan peranannya secara optimal dalam perekonomian nasional. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa Usaha Kecil masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi, serta iklim usaha yang belum mendukung bagi perkembangannya. Sehubungan dengan itu, Usaha Kecil perlu memberdayakan dirinya dan diberdayakan dengan berpijak pada kerangka hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 demi terwujudnya demokrasi ekonomi yang bedasar pada asas kekeluargaan. Pemberdayaan Usaha Kecil dilakukan melalui :
a. Penumbuhan iklim usaha yang mendukung bagi pengembangan Usaha Kecil;
b. Pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil serta kemitraan usaha.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka untuk menghasilkan tingkat efisiensi1 dan produktivitas1 yang optimal diperlukan sinergi antara pihak yang memiliki modal kuat, teknologi maju, manajemen modern dengan pihak yang memiliki bahan baku, tenaga kerja dan lahan. Sinergi ini dikenal dengan kemitraan. Kemitraan yang dihasilkan merupakan suatu proses yang dibutuhkan bersama oleh pihak yang bermitra dengan tujuan memperoleh nilai tambah. Hanya dengan kemitraan yang saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling memperkuat, dunia usaha baik kecil maupun menengah akan mampu bersaing. Adapun secara lebih rinci tujuan kemitraan meliputi beberapa aspek, antara lain yaitu :

1. Tujuan dari Aspek Ekonomi

Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih kongkrit yaitu :
a. Meningkatkan pendapataan usaha kecil dan masyarakat;
b. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan;
c. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil;
d. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional;
e. Memperluas kesempatan kerja;
f. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional;

2. Tujuan dari Aspek Sosial dan Budaya

Kemitraan usaha dirancang sebagai bagian dari upaya pemberdayaan usaha kecil. Pengusaha besar berperan sebagai faktor percepatan pemberdayaan usaha kecil sesuai kemampuan dan kompetensinya dalam mendukung mitra usahanya menuju kemandirian usaha, atau dengan perkataan lain kemitraan usaha yang dilakukan oleh pengusaha besar yang telah mapan dengan pengusaha kecil sekaligus sebagai tanggung jawab sosial pengusaha besar untuk ikut memberdayakan usaha kecil agar tumbuh menjadi pengusaha yang tangguh dan mandiri.

Adapun sebagai wujud tanggung jawab sosial itu dapat berupa pemberian pembinaan dan pembimbingan kepada pengusaha kecil, dengan pembinaan dan bimbingan yang terus menerus diharapkan pengusaha kecil dapt tumbuh dan berkembang sebagai komponen ekonomi yng tangguh dan mndiri. Dipihak lain dengan tumbuh berkembangnya kemitraan usaha ini diharapkan akan disertai dengan tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang sehingga sekaligus dapat merupkan upaya pemerataan pendapatan sehingga dapat mencegah kesenjangan sosial. Kesenjangan itu diakibatkan oleh pemilikan sumberdaya produksi dan produktivitas yang tidak sama di antara pelaku ekonomi. Oleh karena itu, kelompok masyarakat dengan kepemilikan faktor produksi terbatas dan produktivitas rendah biasanya akan menghasilkan tingkat kesejahteraan yang rendah pula.

3. Tujuan dari Aspek Teknologi

Secara faktual, usaha kecil biasanya mempunyai skala usaha yang kecil dari sisi modal, penggunaan tenaga kerja, maupun orientasi pasarnya. Demikian pula dengan status usahanya yang bersifat pribadi atau kekeluargaan; tenaga kerja berasal dari lingkungan setempat; kemampuan mengadopsi teknologi, manajemen, dan adiministratif sangat sederhana; dan struktur permodalannya sangat bergantung pada modal tetap. Sehubungan dengan keterbatasan khususnya teknologi pada usaha kecil, maka pengusaha besar dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan terhadap pengusaha kecil meliputi juga memberikan bimbingan teknologi. Teknologi22 dilihat dari arti kata bahasanya adalah ilmu yang berkenaan dengan teknik. Oleh karena itu bimbingan teknologi yang dimaksud adalah berkenaan dengan teknik berproduksi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

4. Tujuan dari Aspek Manajemen

Manajemen merupakan proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk mengkoordinasikan berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang tidak bisa dicapai apabila satu individu bertindak sendiri. Sehingga ada 2 (dua) hal yang menjadi pusat perhatian yaitu : Pertama, peningkatan produktivitas individu yang melaksnakan kerja, dan Kedua, peningkatan produktivitas organisasi di dalam kerja yang dilaksanakan. Pengusaha kecil yang umumnya tingkat manajemen usaha rendah, dengan kemitraan usaha diharapkan ada pembenahan manajemen, peningkatan kualitas sumber daya manusia serta pemantapan organisasi.


PENGATURAN KEMITRAAN


Hasrat untuk hidup bersama memang telah menjadi pembawaan manusia, merupakan suatu keharusan badaniah untuk melangsungkan hidupnya, karena tiap manusia mempunyai keperluan sendiri-sendiri dan seringkali keperluan itu searah serta sepadan satu sama lain, sehingga dengan kerjasama tujuan manusia untuk memenuhi keperluan itu akan lebih mudah dan lekas tercapai. Akan tetapi seringkali kepentingankepentingan itu berlainan bahkan ada juga yang bertentangan, sehingga dapat menimbulkan pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama. Dalam hal ini orang atau golongan yang kuat menindas orang atau golongan yang lemah untuk menekankan kehendaknya.

Apabila terjadi ketidakseimbangan hubungan dalam masyarakat, maka akan bisa meningkat menjadi perselisihan dan timbul perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu dalam masyarakat yang teratur, manusia atau anggota masyarakat itu harus memperhatikan kaidah-kaidah, norma-norma hukum ataupun peraturan-peraturan hidup tertentu yang ada dalam masyarakat di mana ia berada. Utrecht, memberikan batasan hukum sebagai berikut, bahwa hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan laranganlarangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu. Dari pengertian tersebut tersirat tugas hukum yaitu menjamin kepastian hukum hubungan-hubungan yang terdapat dalam pergaulan kemasyarakatan. Di dalam tugas itu otomatis tersimpul dua tugas lain, yang kadang-kadang tidak dapat disetarakan yaitu hukum harus menjamin keadilan maupun hukum harus tetap berguna.

Berbicara mengenai pengaturan kemitraan, berarti membicarakan hukum yang mengatur masalah kemitraan. Hukum tersebut dimaksudkan untuk memberikan rambu-rambu terhadap pelaksanaan kemitraan agar dapat memberikan dan menjamin keseimbangan kepentingan di dalam pelaksanaan kemitraan. Di dalam melakukan inventarisasi hukum di bidang kemitraan, yang perlu kita pahami adalah terdapat tiga konsep pokok mengenai hukum, yaitu :
1.      Hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau oleh pejabat negara yang berwenang.
2.      Hukum dikonstruksikan sebagai pencerminan dari kehidupan masyarakat itu sendiri (norma tidak tertulis).
3.      Hukum identik dengan keputusan hakim (termsuk juga) keputusankeputusan kepala adat.
Senada dengan hal tersebut di atas, Soetandyo dalam bukunya Bambang Sunggono mengkonsepsikan tiga konsepsi utama tentang hukum yaitu :
  1. Konsepsi kaum legis-positivis, yang menyatakan bahwa hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat serta diundangkan oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang.
  2. Konsepsi yang justru menekankan arti pentingnya norma-norma hukum tak tertulis untuk disebut sebagai (norma) hukum. Meskipun tidak tertuliskan tetapi apabila norma-norma ini secara de facto diikuti dan dipatuhi oleh masyarakat (rakyat) setempat, maka norma-norma itu harus dipandang sebagai hukum.
  3. Konsepsi yang menyatakan bahwa hukum itu identik sepenuhnya dengan keputusan-keputusan hakim.

Kemudian akan di tunjukkan beberapa peraturan yang terkait dan mengatur mengenai kemitraan usaha ini adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
Undang - Undang ini lahir untuk memberikan landasan hukum (yuridis) bagi pemberdayaan usaha kecil, sebab dalam pembangunan nasional usaha kecil sebagai bagian integral dunia usaha yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi. Dalam arti umum, demokrasi6 adalah pemerintahan atau pengaturan tata kehidupan masyarakat/bangsa oleh rakyat, artinya seluruh warga negara, besar maupun kecil, terlibat dalam pengambilan setiap keputusan yang menyangkut kehidupan mereka.

Menurut penjelasan resmi Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa, dalam bunyi ayat 1 Pasal 33 ini tercantum (pengertian) dasar demokrasi ekonomi. Dan demokrasi ekonomi diartikan sebagai produksi dikerjakan oleh semua, (dan) untuk semua, dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Dalam perekonomian yang dasarnya adalah demokrasi ekonomi, kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran perorangan, sebab kalau tidak, tampuk produksi (akan) jatuh ke tangan orang seorang yang (kebetulan) berkuasa, dan rakyat yang banyak (tidak urung akan) ditindasinya.

Di dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil tersebut diatur mengenai kriteria usaha kecil, tujuan pemberdayaan usaha kecil, iklim usaha bagi pengembangan usaha kecil dan pola-pola kemitraan.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan.

Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Salah satu cara /upaya dalam rangka pemberdayaan usaha kecil adalah dengan kemitraan. Dalam Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 1997 terutama dalam Pasal 1 menyatakan bahwa : “Kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”.
Oleh sebab itu untuk mempercepat terwujudnya kemitraan keluarlah peraturan tersebut di atas yang mengatur mengenai tata cara penyelenggaraan, pembinaan dan pengembangannya. Sebenarnya pemerintah telah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi kemitraan antara usaha besar dan kecil telah dimulai Tahun 1984 yaitu dengan Undang-Undang Nomor. 5 tahun 1984 yaitu Undang-Undang Pokok Perindustrian. Namun gerakan kemitraan ini lebih berdasarkan himbauan dan kesadaran karena belum ada peraturan pelaksanaan yang mengatur kewajiban perusahaan secara khusus dan disertai dengan sanksinya. Kemudian dalam Kepmenkeu RI No. 316/KMK.016/1994 sebagaimana telah dirubah dengan Kepmenkeu RI No. 60/KMK.016/1996 tentang “Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi Melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba BUMN”, mewajibkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyisihkan dana pembinaan sebesar 1 % - 3 % dari keuntungan bersih, sistem keterkaitan Bapak Angkat Mitra Usaha penjualan saham perusahaan besar yang sehat kepada koperasi dan lain sebagainya.

Berikutnya pada tahun 1996 dicanangkan Gerakan Program Kemitraan Usaha Nasional (KUN) oleh Bapak Presiden. Dalam Program Kemitraan Usaha Nasional (KUN)9 yang telah tersusun atas prakarsa Badan Pengurus Deklarasi Jimbaran-Bali dengan Departemen Koperasi atau Pembinaan Pengusaha Kecil, Pemerintah menekankan bahwa kemitraan usaha merupakan upaya yang tepat untuk memadukan kekuatan-kekuatan ekonomi nasional.

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 99 Tahun 1998 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Dengan Syarat Kemitraan.

Keputusan Presiden ini dikeluarkan dengan tujuan untuk memberdayakan dan memberikan peluang berusaha kepada usaha kecil agar mampu mewujudkan peran sertanya dalam pembangunan nasional. Keppres tertanggal 14 Juli 1998 ini memuat delapan pasal yang menjabarkan bidang-bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil antara lain bidang pertanian, perkebunan, peternakan, periklanan, industri makanan atau minuman, industri tekstil dan industri percetakan. Semua bidang usaha tersebut di atas wajib bermitra dengan usaha kecil dalam pelbagai bentuk kemitraan melalui penyertaan saham, inti plasma, sub kontrak, waralaba, perdagangan umum, keagenan dan bentuk lainnya melalui suatu perjanjian tertulis.




UNSUR-UNSUR KEMITRAAN


A.    Unsur Pokok Kemitraan
Pada dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan pelbagai macam bentuk kerjasama dalam  menghadapi dan memperkuat satu sama lainnya. Julius Bobo14 menyatakan, bahwa tujuan utama kemitraan adalah untuk mengembangkan pembangunan yang mandiri dan berkelanjutan (Self-Propelling Growth Scheme) dengan landasan dan struktur perekonomian yang kukuh dan berkeadilan dengan ekonomi rakyat sebagai tulang punggung utamanya.

Berkaitan dengan kemitraan seperti yang telah disebut di atas, maka kemitraan itu mengandung beberapa unsur pokok yang merupakan kerjasama usaha dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling memerlukan yaitu :

1.  Kerjasama Usaha
Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling mengekspoitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya. 
2.  Antara Pengusaha Besar atau Menengah Dengan Pengusaha Kecil
Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh didalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan.

3.  Pembinaan dan Pengembangan
Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan didalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha, pembinaan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), pembinaan manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan didalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.

B. PRINSIP KEMITRAAN
1. Prinsip Saling Memerlukan
Menurut John L. Mariotti kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang bedampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan dan sarana produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Dengan demikian sebenarnya ada saling memerlukan atau ketergantungan diantara kedua belah pihak yang bermitra.

2. Prinsip Saling Memperkuat
Dalam kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama, maka pasti ada sesuatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing-masing pihak yang bermitra. Nilai tambah ini selain diwujudkan dalam bentuk nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, tetapi juga ada nilai tambah yang non ekonomi seperti peningkatan kemapuan manajemen, penguasaan teknologi dan kepuasan tertentu. Keinginan ini merupakan konsekwensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan. Keinginan tersebut harus didasari sampai sejauh mana kemampuan untuk memanfaatkan keinginan tersebut dan untuk memperkuat keunggulan-keunggulan yang dimilikinya, sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara para pelaku yang bermitra sehingga nilai tambah yang diterima akan lebih besar. Dengan demikiaan terjadi saling isi mengisi atau saling memperkuat dari kekurangan masing-masing pihak yang bermitra. Dengan motivasi ekonomi tersebut maka prinsip kemitraan dapat didasarkan pada saling memperkuat. Kemitraan juga mengandung makna sebagai tanggung jawab moral, hal ini disebabkan karena bagaimana pengusaha besar atau menengah mampu untuk membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu (berdaya) mengembangkan usahanya sehingga menjadi mitra yang handal dan tangguh didalam meraih keuntungan untuk kesejahteraan bersama. Hal ini harus disadari juga oleh masingmasing pihak yang bermitra yaitu harus memahami bahwa mereka memiliki perbedaan, menyadari keterbatasan masing-masing, baik yang berkaitan dengan manajemen, penguasaan Ilmu Pengetahuan maupun penguasaan sumber daya, baik Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya Manusia (SDM), dengan demikian mereka harus mampu untuk saling isi mengisi serta melengkapi kekurangankekurangan yang ada.
3. Prinsip Saling Menguntungkan
Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah “win-win solution partnership” kesadaran dan saling menguntungkan. Pada kemitraan ini tidak berarti para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang essensi dan lebih utama adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Pada kemitraan usaha terutama sekali tehadap hubungan timbal balik, bukan seperti kedudukan antara buruh dan majikan, atau terhadap atasan kepada bawahan sebagai adanya pembagian resiko dan keuntungan proporsional, disinilah letak kekhasan dan karakter dari kemitraan usaha tersebut.

Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara bagi masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya.
POLA-POLA KEMITRAAN

Dalam rangka merealisasikan kemitraan sebagai wujud dari keterkaitan usaha, maka diselenggarakan melalui pola-pola yang sesuai dengan sifat dan tujuan usaha yang dimitrakan adalah sebagai berikut :

1. Pola Inti Plasma

Dalam pola inti plasma, Usaha Besar dan Usaha Menengah bertindak sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Kecil sebagai plasma. Selanjutnya menurut penjelasan Pasal 27 huruf (a) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, yang dimaksud dengan pola inti plasma adalah “hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningktan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha”.

Kerjasma inti plasma akan diatur melalui suatu perjanjian kerjasama antara inti dan plasma. Dalam program inti plasma ini diperlukan keseriusan dan kesiapan, baik pada pihak usaha kecil selaku pihak plasma yang mendapat bantuan dalam upaya mengembangkan usahanya, maupun pada pihak usaha besar atau usaha menengah yang mempunyai tanggungjawab sosial untuk membina dan mengembangkan usaha kecil sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.

Selain itu juga sebagai suatu upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha pola inti plasma yang mampu memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran masingmasing pihak yang terlibat. Adapun pihak-pihak tersebut antara lain :
(1) Pengusaha Besar (Pemrakarsa),
(2) Pengusaha Kecil (Mitra Usaha) dan
(3) Pemerintah.
Peran pengusaha besar selaku (inti) sebagaimana tersebut di atas tentunya juga harus diimbangi dengan peran usaha kecil (plasma) yaitu meningkatkan kemampuan manajemen dan kinerja usahanya yang berkelanjutan serta memanfaatkan dengan sebaik-baiknya berbagai bentuk pembinaan dan bantuan yang diberikan oleh usaha besar dan atau usaah menengah. Selanjutnya untuk peran pemerintah akan dibahas lebih lanjut pada sub bab yang tersendiri.

2. Pola Subkontrak

Menurut penjelasan Pasal 27 huruf (b) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995 bahwa “pola subkontr ak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian dari produksinya. Selanjutnya menurut Soewito, pola subkontraktor adalah suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara usaha besar dengan usaha kecil atau menengah, dimana usaha besar sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada usaha kecil atau menengah selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung penuh pada perusahaan induk.

Dapat pula dikatakan bahwa dalam pola subkontrak, usaha kecil memproduksi barang dan atau jasa yang merupakan komponen atau bagian produksi usaha menengah atau usaha besar. Oleh karena itu, maka melalui kemitraan ini usaha menengah dan atau usaha besar memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada usaha kecil untuk membeli bahan baku yang diperlukan secara berkesinambungan dengan harga yang wajar. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam kemitraan dengan pola subkontrak, bagi perusahaan kecil antara lain adalah dapat menstabilkan dan menambah penjualan, kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan atau komponen, bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen, perolehan, pengusaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan. Sedangkan bagi perusahaan besar adalah dapat memfokuskan perhatian pada bagian lain, memenuhi kekurangan kapasitas, memperoleh sumber pasokan barang dengan harga yang lebih murah daripada impor, selain itujuga dapat meningkatkan produktivitas dan kesempatan kerja baik pada perusahaan kecil maupun perusahaan besar.

3. Pola Dagang Umum

Menurut penjelasan Pasal 27 huruf (c) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, Pola Dagang Umum adalah “hubu ngan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya”. Dengan demikian maka dalam pola dagang umum, usaha menengah atau usaha besar memasarkan produk atau menerima pasokan dari usaha kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya.

4. Pola Keagenan

Berdasarkan penjelasan Pasal 27 huruf (e) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, pola keagenan adalah “hubungan kemitraan, yang di dalamnya Usaha Kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya”. Dalam pola keagenan, usaha menengah dan atau usaha besar dalam memasarkan barang dan jasa produknya memberi hak keagenan hanya kepada usaha kecil. Dalam hal ini usaha menengah atau usaha besar memberikan keagenan barang dan jasa lainnya kepada usaha kecil yang mampu melaksanakannya. Selanjutnya menurut Munir Fuady, pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, dimana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. Seorang agen bertindak untuk dan atas nama prinsipal, sehingga pihak prinsipal bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan oleh seorang agen terhadap pihak ketiga, serta mempunyai hubungan tetap dengan pengusaha.


5. Pola Waralaba

Menurut Penjelasan Pasal 27 Huruf (d) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, Pola Waralaba adalah “ hubungan kemitraan,yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen”. Berdasarkan pada ketentuan seperti tersebut di atas, dalam pola waralaba pemberi waralaba memberikan hak untuk menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri usaha kepada penerima waralaba. Dengan demikian, maka dengan pola waralaba ini usaha menengah dan atau usaha besar yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan dan atau menjadi penjamin kredit yang diajukan oleh usaha kecil sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga.

6. Bentuk-Bentuk Lain

Selain daripada pola-pola seperti yang telah disebutkan di atas, ada beberapa pola yang lain seperti pola bagi hasil, pola usaha patungan, dan penyumberluasan (outsourching) serta pola-pola lain  yang mungkin saat ini atau pada saat yang mendatang akan atau sudah berkembang tetapi belum dibakukan.


















PENGEMBANGAN KEMITRAAN

A. Pengembangan Jaringan kemitraan
Dalam rangka peningkatan kapasitas dan kompetensi lembaga kewirausahaan pemuda diperlukan infrastruktur jaringan kemitraan. Melalui infrastruktur ini diharapkan dapat memfasilitasi dan memediasi, merancang, menata, memperluas dan memperkuat jaringan kerjasama (kemitraan). Kerjasama ini bisa dilakukan ditingkat lokal, daerah, domestik dan luar negeri. Melalui jaringan kemitraan diharapkan akan dapat meningkatkan kelancaran dan kemudahan penyediaan bahan mentah, perlatan, saluran distribusi, penjualan, promosi, penyediaan barang dan modal, serta peningkatan mutu sumberdaya manusia.
Pengembangan jaringan kemitraan diarahkan pada intensifikasi dan ekstensifikasi kerjasama yang memungkinkan terjadinya proses penguatan kapasitas dan kompetensi lembaga kewirausahaan pemuda. Pengembangan kewirausahaan pemuda yang diorientasikan untuk menjadikan pemuda sebagai wirausaha, menumbuhkan keunggulan daya saing pemuda di bidang kewirausahaan, membuka lapangan kerja dan lapangan usaha bagi pemuda yang saat ini menganggur sangat mendesak  untuk segera dilakukan. Gerakan ini harus langsung membumi dan dirasakan manfaatnya oleh pemuda. Pemuda juga harus ditempatkan dan diperankan sebagai pelaku yang proaktif dalam penyelenggaraan program kewirausahaan pemuda.
Dalam era globalisasi saat ini kemitraan merupakan salah satu strategi dan kiat memenangkan persaingan. Kemitraan adalah suatu strategi usaha yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Dalam wacana pembangunan nasional, adanya kemitraan usaha antara lembaga kewirausahaan pemuda dengan pengusaha besar atau mitra usaha akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, pemerataan pendapatan, dan pengembangan produk yang lebih bermutu. Khususnya bagi lembaga kewirausahaan pemuda adanya kemitraan akan mendorong peningkatan kemampuan kewirausahaan, peningkatan pendapatan keluarga dan masyarakat, peningkatan kualitas penguasaan teknologi, penguasaan terhadap kemampuan memanfaatkan kredit, penguasaan manajemen, dan penyediaan lapangan kerja yang pada gilirannya kemitraan menjadi salah satu strategi pemberdayaan masyarakat kecil.
Dalam rangka memperkuat posisi usaha, pengembangan pasar dan peningkatan kapasitas produksi diperlukan jaringan kemitraan. Kemitraan adalah jalinan kerjasama dari dua atau lebih pelaku usaha yang saling menguntungkan. Untuk itulah diperlukan satu system dan kelembagaan yang dapat memfasilitasi dan memediasi, merancang, menata, memperluas dan memperkuat jaringan kemitraan usaha wirausahaan pemuda. Kemitraan usaha dilakukan di tingkat lokal, daerah, domestik, dan bahkan mencoba melakukan kemitraan usaha dengan perusahaan di luar negeri. Kemitraan usaha dilakukan untuk meningkatkan kelancaran dan kemudahan penyediaan bahan mentah, peralatan, saluran distribusi, penjualan, promosi, penyediaan barang modal, dan peningkatan mutu sumber daya manusia.
Kebijakan yang memberi peluang berkembangnya kelembagaan semacam ini telah ada, yaitu dengan diluncurkannya Gerakan Kemitraan Nasional  oleh Presiden Suharto. UU No 9 Tahun 1995 menyebutkan bahwa kemitraan kerjasama usaha kecil dan usaha mengah atau besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau besar.
Kemitraan didasarkan pada prinsip saling memperkuat. Jaringan kemitraan yang dapat dikembangkan secara skematik dapat mengikuti alur-alur seperti pada gambar berikut ini.










 





















B. Strategi Dalam Membangun Kemitraan

  1. Membangun usaha kecil dan koperasi yang mandiri dan kuat
·         Pembinaan dan bimbingan secara intensif bidang manajemen usaha
·         Penyediaan fasilitasi kredit
·         Pengembangan fungsi kelompok menjadi suatu unit usaha dan meningkatkan skala usaha
·         Memberi peluang usaha
·         Penyediaan akses pasar
  1. Memacu penerapan Undang-Undang tentang usaha kecil dan peraturan Pemerintah tentang kemitraan
·         Sosialisasi UU tentang usaha kecil dan peraturan pemerintah lainnya tentang kemitraan
·         Menyiapkan prangkat operasional
·         Menyiapkan SDM
·         Monitoring dan evaluasi
  1. Memantapkan lembaga kemitraan
·         Mengembangkan asas saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling membesarkan dan mudah untuk dimplementasikan
·         Menyiapkan pedoman pembinaan kemitraan usaha
·         Mengembangkan konsultan pelayanan kemitraan yang dapat menghubungkan usaha kecil dan koperasi dengan usaha besar.

  1. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia
·         Peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan
·         Pengembangan lembaga inkubator dan pemagangan
·         Meningkatkan ketrampilan dan kemampuan tenaga penyuluh, pendamping dan fasilitator
  1. Menerapkan teknologi, standarisasi, dan akreditasi
·         Menegembangkan lembaga penelitian dan pengembangan (litbang)
·         Penggunaan teknologi tepat guna
·         Penyediaan teknologi informasi dalam mengakses pasar
  1. Membangun akses pasar dan informasi pasar
·         Pengembangan dan perluasan pasar
·         Mengefektifkan pasar yang ada
  1. Mengembangkan kemitran dalam rangka permodalan dan investasi
·         Pengembangan akses permodalan usaha
·         Memperluas investasi baru
  1. Memantapkan birokrasi pemerintah sebagai lembaga pelayanan
·         Mengefektifkan pelayan birokrasi
·         Mengefisiensikan pelayanan birokrasi

C. Langkah-langkah Membangun Kemitran

Bebarapa tahapan yang perlu dilalui dalam membangun kemitraan bagi usaha kecil adalah :
  1. memulai membangun hubungan dengan calon mitra
  2. Mengerti kondisi bisnis pihak lain
  3. Mengembangkan strategi dan menilai detail bisnis
  4. Mengembangkan program kemitraan
  5. Mengembangkan program kemitraan
  6. Memulai pelaksanaan kemitraan
  7. Memonitor dan mengevaluasi perkembang

Kemitraan usaha kcil – menengah – besar adalah upaya membangun usaha yang berkelanjutan.

Kemitraan adalah sikap menjalankan bisnis yang berorientasi pada hubungan kerjasama yang solid (kokoh dan mendalam) berjangka panjang, saling percaya dan dalam kedudukan yang setara

Dasar Kemitraan
  1. bersifat bisnis
  2. saling mebutuhkan
  3. saling percaya
  4. sukarela
  5. disiplin
  6. saling menguntungkan
  7. accountable
  8. saling memperkuat

Mengapa kemitraan penting
  1. Memenuhi kebutuhan dalam menjaga kinerja kompetitif perusahaan
  2. Kesinambungan dan keberlanjutan usaha dalam sektor yang sama atau related
  3. Membangun kebersamaan dan penguatan sesama pelaku bisnis

Kekuatan pendorong kemitraan
  1. Meningklatnya persaingan dalam dunia usaha
  2. harapan konsumen lebih tinggi
  3. perubahan teknologi yang cepat
  4. persaingan dalam pasar yang lebih luas
  5. kebutuhan akan pengembangan produk baru yang cepat
  6. pengenalan proses bisnis baru


Tidak ada komentar:

Posting Komentar